Kerajaan Demak



1) Letak Geografis

Secara geografis Kerajaan Demak terletak di Jawa Tengah, Kerajaan Demak berkembang dari sebuah daerah yang bernama Bintoro yang merupakan daerah bawahan dari Majapahit. Kekuasaan pemerintahanya diberikan kepada Raden Patah, salah seorang keturunan Raja brawijaya V (raja Majapahit) dan ibunya menganut Islam serta berasal dari Jeumpa. Pada awal munculnya, Kerajaan Demak mendapat bantuan dari bupati pesisir pantai utara Jawa bagian tengah dah timur yang telah menganut Islam. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

2) Kehidupan Politik

Raja pertama dan pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah (1500-1518). Pada masa pemerintahanya, wilayah kekuasaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan. Pada masa pemerintahanya dibangunu Masjid Agung Demak yang pembangunannya dibantu para wali dan sunan. Pengganti Raden Patah adalah Pati Unus yang memerintah dari 1518-1521. Masa pemerintahan Pati Unus tidak begitu lama, namun namanya cukup dikenal sebagai panglima perang yang memimpin pasukan Demak menyerang Portugis di Malaka. Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaanya pada masa pemerintahan Sultan Trenggono. Daerah-daerah yang berhasil dikuasai antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan terhadap daerah itu bertujuan untuk menggagalkan terjalinya hubungan antara Kerajaan Pajajaran dengan Portugis. Akhirnya armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak dan nama Sunda Kelapa diganti menjadi jayakarta. Kerajaan Demak mulai mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Sultan Prawoto karena terjadinya perebutan kekuasaan antara Sunan Prawoto dengan Arya Panangsang. Arya Panangsang adalah bupati Demak yang merasa lebuh berhak atas tahta Kerajaan Demak. Perebutan kekuasaan ini berkembang menjadi konflik berdarah dengan terbunuhnya Sunan Prawoto dan Pangeran hadiri. Konflik berdarah ini akhirnya berkembang menjadi perang saudara. Dalam perang tersebut, Arya Panangsang terbunuh sehingga tahta Kerajaan Demak jatuh ke tangan Jaka Tingkir (menantu Sultan Trenggono). Jaka Tingkir menjadi Raja Kerajaan Demak ke daerah Pajang.

3) Kehidupan Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Kehidupan Sosial masyarakat Demak jauh berbeda dengan kehidupan sosial pada masa Kerajaan Majapahit. Pada masa kekuasaan kerajaan Demak, kehidupan sosial masyarakatnya diatur sesuai ajaran islam. Namun, masih ada masyarakat yang menjalankan tradisi lama. Dengan demikian muncullah kehidupan sosial masyarakat yang merupakan perpaduan antara agama Islam dengan tradisi Hindu-Buddha. Kehidupan perekonomian Kerajaan Demak berkembang pada sektor perdagangan dan pertanian dengan lebih menitikberatkan pada sektor perdagangan karena letak Kerajaan Demak yang sangat strategis, yaitu berada pada jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan antara pengahsil rempah-rempah di wilayah Indonesia bagian timur dan Malaka sebagai pasar di indonesia bagian barat. Perekonomian Kerajaan Demak berkembang dengan pesat dalam dunia maritim. Hal tersebut didukung oleh sektor pertanian yang cukup besar di Kerajaan Demak. Di samping itu, Kerajaan Demak juga mengusahakan kerja sama dengan daerah di pantai utara Jawa yang telah menganut agama Islam sehingga tercipta persekutuan di bawah pimpinan Demak. Kehidupan budaya masyarakat Demak dapat terlihat dari peninggalanpeninggalan Kerajaan Demak. Budaya Islam yang baru masuk ke Indonesia berpadu sempurna dengan budaya asli masyarakat setempat. Masjid Agung Demak adalah karya besar para wali yang menggunakan gaya asli Indonesia yaitu atapnya bertingkat tiga dan memiliki pendapa. Di kompleks masjid pada bagian belakang terdapat makam. Di tempat itu dimakamkan raja-raja Demak dan sangat dikeramatkan oleh masyarakat setempat. 

Related Posts:

MEGALITIKUM INDONESIA


 -          Bidang Teknologi

Berdasarkan hasil temuan arkeologis, zaman megalitikum diperkirakan berkembang sejak zaman batu muda sampai zaman logam. Ciri terpenting pada zaman ini adalah manusia pendukungnya telah menciptakan bangunan-bangunan besar yang terbuat dari batu. Bangunan-bangunan yang berkaitan dengan sistem kepercayaan mereka, di antaranya menhir, dolmen, sarkofagus (keranda), kubur batu, punden berundak, dan arca.

-          Sistem Kepercayaan

Masyarakat pendukung peradaban zaman batu besar percaya kepada nenek moyang yang kali pertama mendirikan kampung tempat tinggal mereka. Untuk menghormati para nenek moyang tersebut, mereka mendirikan menhir yang berupa tiang atau tugu. Mereka mendirikan dolmen atau meja batu sebagai tempat meletakkan sesaji untuk arwah nenek moyang. Meja batu tersebut juga berfungsi sebagai penutup sarkofagus (peti kubur batu).Pemujaan terhadap arwah nenek moyang juga dilakukan pada punden berundak-undak atau bangunan tumpukan batu yang bertingkat. Mereka juga membuat arca batu sebagai simbol nenek moyangnya dengan tujuan yang sama. 

 

Related Posts: