OPTIMALISASI KECERDASAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK MELALUI PUASA SUNAH


Persaingan dan perubahan zaman menuntut setiap orang untuk cerdas dan cermat untuk menghadapinya sehingga tidak terjadi kesalahan yang cukup merugikan. Perubahan yang sangat cepat terkadang membuat seorang menjadi "kapil" dalam bahasa jawanya, yakni sebuah sifat kagetan dan mudah ikut-ikutan. Sangat kurang tepat jika kita tidak mengikuti zaman, namun sungguh kurang baik jika kita terpaku dan tunduk dengan perubahan zaman. Perubahan-perubahan ini harus kita ikuti dan kita seleksi sebagaimana sebagai bentuk seleksi alam yang menuntut kita harus "survive". Begitu pula dalam dunia pendidikan khususnya tingkatan dasar sampai menengah pertama harus pintar-pintar mengikuti perubahan sehingga tidak ketinggalan dan tidak berlebihan dalam menyikapinya. Hal ini bertujuan memperkokoh pondasi keimanan dan keilmuan. Keilmuan yang tersusun rapi diatas keimanan akan memunculkan karakter yang kuat dan tidak mudah rubah namun menjulang tinggi mengikuti roda zaman. Agama ketika menjadi preoritas utama akan menjadi seseorang mendapatkan lainnya sehingga tercipta keseimbangan yang nyata. Kecerdasan spiritual muncul ketika ilmu agama tertanam dengan baik dalam jiwa manusia. Albert Einstein pernah berpendapat "Science without religion is lame, religion without science is blind". Hal ini menjadi pekerjaan rumah kita semua karena selama ini kita memgukur kesuksesan peserta didik kita dengan prestasi akademiknya saja. Tidaklah bisa mengukur keilmuan umum sebagai hal yang mutlak, namun kecerdasan keduanya dibutuhkan. Jikalaupun terpaksa memilih antara keduanya maka pilihlah kecerdasan spiritual. Hal ini akan menentukan kualitas yang akan dihadapi di masa depan. Sehingga ketika kesadaran keilmuannya muncul dan tumbuh subur maka tidaklah terjatuh dalam pusaran kesombongan.
Kecerdasan spiritual sendiri merupakan landasan yang sangat penting. Menurut Stephen R. Covey kecerdasan spiritual adalah pusat yang paling dasar dari kecerdasan lainnya. Sedangkan menurut Khalil A. Khavari menyatakan kecerdasan spiritual dapat diartikan sebagai fakultas dimensi yang non material atau dapat dikatakan sebagai jiwa manusia. Dalam hal ini membimbing anak untuk memperkuat kecerdasan spiritualnya dengan pola serta metode zaman sekarang. Bukan berarti metode saat kita kecil salah, namun dikawatirkan tidak dipahami anak dan membuat anak merasa tertekan. Ali Bin Abi Tholib berpesan kepada orang tua dalam mendidik anak "Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena ia hidup di zaman yang berbeda dengan zamanmu".
Optimalisasi kecerdasan spiritual akan sangat menentukan bagaimana masa depan seseorang, sehingga kita tidak terpaku dalam masa kini saja. Kecerdasan anak sebagian dapat dilihat pada masa kecilnya, banyak ilmuan yang terlihat cerdas ketika masih usia anak-anak. Namun ketika kecerdasan spiritual itu tidak ada ataupun rentak maka kecerdasan tersebut dapat membuat pincang kakinya dan terjatuh dalam jurang keangkuhan dan ketidak manfaat. Anak yang terlihat sudah cerdas dari kecil jika diberikan bekal kecerdasan spiritual yang baik apalagi sesuai dengan tuntunan Rasullah akan nampak seperti rembulan dalam kegelapan. Namun jikapun tidak, akan tetapi dibekali dengan kecerdasan spiritual yang optimal dan istiqomah makan nampak selayaknya pelangi yang muncul setelah hujan dan badai.
Salah satu optimalisasi kecerdasan spiritual dari pengamatan adalah puasa sunah yang mana sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad S.A.W. Macam-macam puasa sunah sangatlah banyak, namun sangat dianjurkan bagi penuntut ilmu adalah puasa senin kamis ataupun daud. Hal ini tentu saja diniatkan hanya semata-mata karena Allah S.W.T. Insyallah karena kecerdasan spiritual adalah induk kecerdasan dan yang mengerakan jiwa sehingga lebih baik dan lebih baik. Selain itu melatih peserta didik/anak dalam kesabaran dan kedisiplinan.
FASTABIQUL KHOIROT. [MR.A]

Related Posts:

0 Response to "OPTIMALISASI KECERDASAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK MELALUI PUASA SUNAH"

Post a Comment