Seputar Asesmen Nasional

 

Apa itu Asesmen Nasional?

Asesmen Nasional adalah program penilaian terhadap mutu setiap sekolah, madrasah, dan program kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah. Mutu satuan pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar murid yang mendasar (literasi, numerasi, dan karakter) serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran. Informasi-informasi tersebut diperoleh dari tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.

Siapa yang akan menjadi peserta Asesmen Nasional?

  • Diikuti oleh seluruh satuan pendidikan / sekolah tingkat dasar dan menengah di Indonesia, serta program kesetaraan yang dikelola oleh PKBM.
  • Diikuti oleh sebagian peserta didik kelas V, VIII, dan XI yang dipilih secara acak oleh Pemerintah. Pemilihan ini akan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Satuan pendidikan tidak diperkenankan mengganti sampel murid karena dapat memengaruhi hasil dan tindak lanjut perbaikan pembelajaran.
  • Untuk program kesetaraan, Asesmen Nasional akan diikuti oleh seluruh peserta didik yang berada pada tahap akhir program belajarnya.
  • Diikuti oleh guru dan kepala sekolah di setiap satuan pendidikan.

Mengapa yang menjadi sampel adalah murid kelas V, VIII, dan XI?

Hal ini dilakukan agar murid yang menjadi peserta Asesmen Nasional dapat merasakan perbaikan pembelajaran ketika mereka masih berada di sekolah tersebut. Selain itu, ini juga bertujuan untuk memotret dampak dari proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan atau sekolah.

Apa yang dimaksud dengan ‘minimum’ pada Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)?

Konten yang diukur pada literasi membaca dan numerasi adalah konten yang bersifat esensial serta berkelanjutan lintas kelas maupun jenjang. Tidak semua konten pada kurikulum diujikan, sehingga sifatnya minimum.

Mengapa yang diukur adalah literasi dan numerasi?

Literasi dan numerasi merupakan kemampuan atau kompetensi yang mendasar dan dibutuhkan oleh semua murid, terlepas dari apa profesi dan cita-citanya di masa depan. Selain itu, kedua kompetensi ini perlu dikembangkan secara lintas mata pelajaran tidak hanya melalui pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Hal ini pun bertujuan untuk mendorong guru semua mata pelajaran untuk lebih fokus pada pengembangan kompetensi membaca dan berpikir logis-sistematis.

Apa perbedaan AKM dengan Survei Karakter?

AKM mengukur hasil belajar kognitif yang mengukur literasi membaca dan literasi matematika (numerasi) murid. Sementara Survei Karakter mengukur hasil belajar emosional yang mengacu pada Profil Pelajar Pancasila dimana pelajar Indonesia memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. (Beriman, bertakwa, berakhlak mulia; Berkebhinekaan Global; Bergotong royong; Bernalar kritis; Mandiri; Kreatif)

Sumber: https://disdik.salatiga.go.id/asesmen-kompetensi-minimal-akm/

Related Posts:

Sejarah Ma'had Al-Ulya MAN Kota Batu


 Bermula dari sebuah ruang yang difungsikan sebagai tempat tinggal bagi siswa MAN Kota Batu yang bertempat tinggal jauh dari madrasah, kemudian beralih menjadi Pondok Pesantren dengan nama Ma’had al-Ulya MAN Kota Batu Malang pada tahun 2007. Ma’had al-Ulya MAN Kota Batu Malang secara resmi berdiri berdasarkan Surat Keputusan Kw. 13.5/03/PP.00.7/818/2008 dan diresmikan secara langsung oleh Menteri Agama Republik Indonesia pada tahun 2007. Dengan demikian, sejak saat itu Ma’had al-Ulya merupakan lembaga Islam dibawah naungan Madrasah Aliyah Negeri Kota Batu.

Tahun 2006, pemerintah yang dalam hal ini Depatemen Agama pusat mencanangkan fasilitas ma’had untuk madrasah. saat itu pemerintah provinsi Jawa Timur memberikan hanya dua kuota. Peluang tersebut diambil oleh MAN Kota Batu (Saat itu MAN II Malang) dan MAN Sumenep, sehingga nama Ma’had al-Ulya dipakai di kedua lembaga tersebut. Tahun 2007 baik Ma’had al-Ulya MAN Kota Batu dan Ma’had al-Ulya MAN Sumenep telah selesai dibangun, peresmian kedua ma’had ini diadakan di MAN Kota Batu dan diresmikan oleh Manteri Agama RI Maftuh Basyuni.

Untuk mampu bertahan hingga satu dekade bukanlah perjalanan yang mudah. Dibutuhkan sinergi dari 3 komponen penting dalam mengembangkan ma’had yakni kepala madrasah, pengurus ma’had dan pengampu/pengasuh ma’had. Ma’had Al Ulya berada di bawah naungan MAN Kota Batu. Hingga saat ini, Ma’had Al Ulya MAN Kota Batu telah mengalami 4 kali pergantian kepala Madrasah yakni 1) Masrur Arifin, S.Pd (2005 - 2007) 2) Drs. Winarso (2007 - 2017) 3) Sudirman, S.Pd., M.M (2017 – 2020) 4) Farhadi, S.Pd., M.Si (2020 hingga sekarang)

Pengurus Ma’had memiliki tanggung jawab menyusun, merancang, melaksanakan dan melakukan evaluasi terhadap seluruh kegiatan Ma’had. Mulai berdiri hingga saat ini, setidaknya ma’had Al Ulya telah mengalami 7 kali pergantian kepala Ma’had antara lain 1). Drs. Winarso (2007 – 2008) 2). Musrifin, S.Pd (2008 – 2013) 3). Aslanik, Hakiki S.Pd.I (2013 -2016) 4). Maqbul Hidayat, M.Pd (2016-2017) 5). Muhid, S.Pd., M.M (2017-2021) 6). Munawirul Qulub, S.Pd., M.Si (2021-hingga saat ini)

Pengampu ma’had merupakan sosok pengasuh santri (kyai jika dalam pesantren klasik). Pengasuh ma’had memiliki tanggung jawab utama pengasuhan dan pembelajaran ilmu diniyah. Hingga saat ini setidaknya sudah ada 5 orang yang bertindak sebagai pengasuh antara lain 1). Ust. Hafidz (2006-2010) 2). Ust. Usman (Pengasuh Ma’had Putri 2010 – hingga saat ini) 3). Ust. Dani (Pengasuh Ma’had Putra 2020-2021) 4). Ust. Maftuhin (Pengasuh Ma’had Putra 2021- Hingga saat ini)

Latar belakang didirikannya Ma’had al-Ulya di MAN Kota Batu antara lain: (1) Melihat fenomena itu, kondisi Madrasah Aliyah yang sebenarnya adalah lembaga pencetak generasi muslim masih jauh tertinggal dengan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan swasta yang bahkan banyak yang tidak memiliki pendidikan formal didalamnya namun mampu mencetak generasi yang tangguh dalam memegang nilai-nilai agama Islam. (2) Rasa keprihatinan melihat kualitas lulusan Madrasah Aliyah belum mampu membaca al-Qur’an sesuai dengan ulumul Qur’an, paling tidak sesuai dengan aturan pada ilmu tajwid. (3) Melihat sejarahnya, madrasah adalah adopsi sistem pesantren yang didalamnya diajarkan tidak hanya bidang studi agama Islam namun juga bidang ilmu umum, harusnya madrasah mampu bersaing dengan lembaga pendidikan umum yang sederajat.

Berdasarkan fenomena tersebut, MAN Kota Batu dengan antusias menerima peluang dari Kementerian Agama pada tahun 2006 guna menerima bantuan dana guna mendirikan pesantren. Sehinga latar belakang berdirinya Ma’had al-Ulya MAN Kota Batu adalah untuk mendukung terwujudnya bi’ah islamiyah yang mampu menumbuh suburkan akhlakul karimah bagi siswa MAN Kota Batu. Secara praktis, pendirian Ma’had al-Ulya MAN Kota Batu untuk merespon rendahnya kualitas lulusan Madrasah Aliyah, rendahnya kualitas lembaga pendidikan atas dalam hal ini adalah Madrasah Aliyah, mengembalikan tujuan awal dibentuknya madrasah sebagai sistem yang diadopsi dari pesantren. oleh karena itu pendirian Ma’had al-Ulya MAN kota Batu berfungsi sebagai: a. Pusat pengembangan dan pembinaan kepribadian siswa; b. Pusat kegiatan pembelajaran dan pendalaman agama Islam; c. Pusat pengembangan dan pembiasaan amaliyah keagamaan, seperti pembiasaan shalat berjamaah, membaca al-Qur’an, shalat sunnah tahajut. dll.

Salah satu upaya fundamental dan strategis yang ditempuh MAN Kota Batu -dalam rangka mewujudkan visi dan misi madrasah- adalah mendirikan pesantren untuk mencetak generasi yang mampu survive di era global dan tetap memegang teguh ajaran agama Islam sebagai pedoman hidup. Karena itu, posisi mata pelajaran: al-Qur’an, Hadist, Ahklak, dan Fiqih menjadi sangat sentral. Dalam sistem pembelajaran, sampai saat ini Ma’had al-Ulya MAN Kota Batu berpedoman pada kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2012. Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah kemudian dikembangan sesuai dengan prinsip pengembangan kurikulum relevansi, efektifitas, dan prindip praktis. Dengan prinsip relevansi tersebut, konsep integrasi kurikulum baik written dan hidden terbentuk.

Ciri khusus lain ma’had ini sebagai pelengkap madrasah adalah keharusan seluruh santri ma’had menguasai ilmu Qur’an. Melalui al-Qur’an, diharapkan mereka mampu mendekatkan siswa pada al-Qur’an melalui kegiatan keseharian dan kewajiban siswa untuk mengahafal juz 30 sebagai syarat pengambilan ijasah. Salah satu usaha untuk membentuk siswa agar mempunyai karakter agama Islam adalah dengan mendekatkan siswa pada al-Qur’an. Untuk mencapai maksud tersebut, dikembangkan ma’had atau pesantren madrasah di mana siswa MAN Kota Batu mendapat bimbingan hafalan al-Qur’an juz 30.

Melalui model pendidikan semacam ini, diharapkan lahir lulusan yang berpredikat ulama intelek profesional dan atau intelek profesional yang ulama. Ciri utama sosok lulusan adalah tidak saja menguasai disiplin ilmu masing-masing sesuai jurusan yang diambil di madrasah, tetapi juga menguasai al-Qur’an dan Hadish sebagai pedoman hidup yang diinternalisasikan di ma’had. Sistem ini merupakan integrasi antara tradisi pesantren atau ma’had dan madrasah.

Terletak di Jalan pattimura 25 Batu Malang, Ma’had al-Ulya MAN Kota Batu memodernisasi diri secara fisik sejak 2006 dengan membangun kantor administrasi, aula serbaguna, olah raga, asrama, ruang asatidz, tempat tinggal pengasuh, dan tentu saja masjid sebagai pusat kegiatan siswa. Dengan performansi fisik yang megah dan modern dan tekad, semangat dan komitmen yang kuat dari seluruh dewan guru, siswa, dan wali murid seraya memohon ridha Allah swt, Ma’had al-Ulya MAN Kota Batu bercita-cita menjadi lembaga yang menghasilkan lulusan ‘Alim, Abid, dan Hanif.

Sumber: mahadalulya-mankotabatu.com

Related Posts: